Tampilkan postingan dengan label Kurikulum Merdeka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kurikulum Merdeka. Tampilkan semua postingan
Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data)

Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data)

Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data)

Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data) adalah komponen kunci dalam perbaikan proses perencanaan. Artikel ini akan membahas betapa pentingnya PBD dalam mengoptimalkan perencanaan dengan data yang relevan. Mari kita eksplorasi lebih mendalam mengenai prinsip-prinsip dan manfaat Monitoring dan Evaluasi PBD.

Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data)


A. Tujuan Monitoring dan Evaluasi

Tujuan monitoring adalah memastikan kesesuaian antara rencana kerja dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Selanjutnya sekolah dapat melihat perubahan yang terjadi di satuan pendidikannya, baik sebelum maupun sesudah menerapkan Perencanaan Berbasis Data dan pelaksanaan PBD.

Tujuan evaluasi yaitu untuk mengidentifikasi tingkat efektifitas suatu kegiatan dengan harapan pada perencanaan selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

Dampak dari kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk mengidentifikasi hasil peningkatan mutu pendidikan yang telah ditargetkan. Apabila kegiatan yang sudah disusun tidak berdampak pada hasil peningkatan mutu, maka perlu dilakukan evaluasi.

Evaluasi dampak dilakukan dengan cara membandingkan capaian Profil Pendidikan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. Kegiatan dapat dinilai efektif apabila terjadi peningkatan capaian dibandingkan tahun sebelumnya. Kegiatan tersebut kemudian dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai rencana, dilakukan monitoring tentang kemajuannya, dan dievaluasi dampaknya. Dengan melakukan hal tersebut maka akan terjadi proses perbaikan berkelanjutan.

B. Proses Monitoring dan Evaluasi

Dalam melakukan proses monitoring dan evaluasi PBD terdapat 3 tahap yang perlu dilakukan, yaitu:

Tahap 1

Mengevaluasi realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran, bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara rencana kerja dan pelaksanaan.

Dalam monitoring dan evaluasi tahap 1 ini satuan pendidikan dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Mengunduh data realisasi kegiatan dan anggaran dari platform ARKAS atau dapat juga dalam bentuk lainnya.
  • Melakukan review ketercapaian pelaksanaan kegiatan dan serapan anggaran.
  • Merumuskan rekomendasi perbaikan.
  • Dokumen yang digunakan: RKAS, dan Metode analisis masalah.

Tahap 2

Pencatatan dan dokumentasi perubahan, bertujuan untuk mengetahui Bukti-bukti Perubahan.

Dalam monitoring dan evaluasi tahap 2 ini satuan pendidikan dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Membuat perbandingan berbagai perubahan yang diperkirakan merupakan hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
  • Membuat dokumentasi perubahan dan bentuk foto/ video atau bentuk lainnya.
  • Dokumen yang digunakan: Hasil observasi dan pengamatan, foto, video, dan catatan perubahan.

Tahap 3

Evaluasi capaian mutu, bertujuan untuk mengidentifikasi hasil peningkatan mutu.

Monitoring dan Evaluasi Tahap 3 ini hanya khusus untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Dalam monitoring dan evaluasi tahap 3 ini satuan pendidikan dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Membuat perbandingan capaian profil pendidikan dari tahun ke tahun.
  • Memberikan catatan terkait perbandingan data baik yang meningkat, menurun, atau tetap.
  • Merumuskan rekomendasi atas temuan evaluasi.
  • Dokumen yang digunakan: platform Rapor Pendidikan, dan analisis data.


Agar satuan pendidikan dapat melakukan Perencanaan Berbasis Data dengan baik dan benar, maka dapat melakukan 5 (lima) kebiasaan berikut:

  • Satuan pendidikan membaca Rapor Pendidikan untuk mengidentifikasi kondisi dan tantangan yang dihadapi.
  • Kepala sekolah dan pemangku kepentingan di sekolah melakukan refleksi diri untuk menemukan akar permasalahan dari tantangan yang dihadapi.
  • Kepala sekolah dan pemangku kepentingan di sekolah menentukan program dan kegiatan untuk menyelesaikan akar masalah, menetapkan target capaian, dan memasukkannya di dalam dokumen perencanaan.
  • Kepala sekolah dan pemangku kepentingan di sekolah melaksanakan program dan kegiatan yang sudah direncanakan.
  • Kepala sekolah melakukan monitoring dan evaluasi untuk melihat keterlaksanaan kegiatan dan melihat perubahan capaian di Rapor Pendidikan di tahun berikutnya.
Sebagai akhir dari artikel ini, kita memahami bahwa Monitoring dan Evaluasi PBD (Perencanaan Berbasis Data) adalah fondasi dalam pengembangan perencanaan yang efektif. Dengan pendekatan ini, kita dapat membuat keputusan yang lebih baik dan memberikan hasil yang lebih baik dalam berbagai bidang. Teruslah memantau dan mengevaluasi dengan data sebagai panduan.
Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D

Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D

Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D

Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D adalah tahap penting dalam pemahaman perkembangan anak. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana anak-anak mengalami perkembangan kognitif mereka selama Fase D, serta dampaknya terhadap kemampuan berpikir dan belajar mereka. Mari kita menjelajahi aspek penting ini dalam perkembangan anak.

Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D


Perkembangan kognitif anak pada tahap Fase D adalah elemen penting dalam perjalanan perkembangan mereka dari kelahiran hingga dewasa. Keharusan pemenuhan tahapan perkembangan kognitif ini menjadi kunci bagi perkembangan anak yang optimal.


Anak-anak Fase D, yang berusia antara 12-15 tahun, mulai mengembangkan kemampuan berpikir kritis, meskipun belum mencapai tingkat kedewasaan. Ini mengakibatkan mereka masih menghadapi beberapa tantangan dalam hal penalaran, kendali diri, dan perencanaan. Bahkan seringkali, anak-anak Fase D mengekspresikan keinginan untuk mengemukakan pendapat mereka tentang berbagai hal, serta mulai mempertanyakan norma-norma yang ada.


Ciri-Ciri Perkembangan Kognitif:

  • Antusias mencoba kegiatan baru.
  • Menggunakan teknologi dalam berbagai aktivitas.
  • Minat terhadap isu-isu sosial di sekitarnya.
  • Berpikir berdasarkan teori dan logika, sehingga memiliki pendapat yang kuat.
  • Kemampuan menganalisis masalah dari berbagai sudut pandang.
  • Kesadaran bahwa pencapaian dalam pembelajaran akan memengaruhi masa depan.
  • Tantangan dalam Perkembangan Kognitif:

Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh anak Fase D meliputi:

  • Rasa ragu ketika tampil di depan kelas.
  • Kesadaran diri yang tinggi dan kecenderungan merasa sebagai pusat perhatian.
  • Sensitivitas terhadap komentar orang lain, yang bisa menyebabkan rasa ragu dalam bertindak.
  • Kesulitan dalam konsistensi dalam bertanggung jawab.
  • Perkembangan kemampuan berpikir dari konkret ke abstrak yang belum sepenuhnya matang.
  • Kebutuhan untuk didampingi karena belum sepenuhnya mampu bertanggung jawab.
  • Hindari bersikap curiga berlebihan.

Stimulasi dan Dukungan Perkembangan Kognitif:

Ada beberapa cara untuk memberikan stimulasi dan dukungan kepada anak Fase D dalam perkembangan kognitif mereka:

  • Memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran dan mengajarkan aspek keamanan digital.
  • Berkomunikasi dengan orangtua mengenai kemajuan dan tantangan yang dihadapi peserta didik di sekolah.
  • Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi bakat dan minat mereka.
Sebagai penutup, kita menyadari bahwa pemahaman yang mendalam tentang Aspek Perkembangan Kognitif Anak Fase D adalah kunci untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak. Dengan pengetahuan yang mendalam tentang topik ini, kita dapat memberikan dukungan yang tepat guna membantu anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir dan belajar mereka dengan lebih baik.

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D adalah tahap kritis dalam perkembangan komunikasi anak. Artikel ini akan menyelidiki bagaimana anak-anak mengembangkan keterampilan bahasa mereka selama Fase D dan dampaknya terhadap perkembangan mereka. Mari kita eksplorasi dengan lebih mendalam mengenai pentingnya Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D.

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D



Perkembangan bahasa pada anak dalam fase D adalah elemen kunci dalam perkembangan mereka dari lahir hingga dewasa. Tahapan ini harus dipenuhi untuk memastikan pertumbuhan anak yang optimal. Pada usia 12-15 tahun, anak-anak dalam fase D sudah memiliki kemampuan komunikasi yang mirip dengan orang dewasa, termasuk penggunaan istilah dan perumpamaan.

Meskipun kemampuan komunikasi verbal mereka semakin meningkat, masa pubertas dapat membuat anak-anak lebih hemat dalam berbicara. Ini adalah aspek yang perlu diperhatikan oleh pendidik, karena dapat berpengaruh pada perkembangan pribadi anak-anak.

Ciri-Ciri Perkembangan Bahasa pada Anak Fase D:


  • Kemampuan menjawab pertanyaan secara lugas dan ringkas.
  • Kecenderungan untuk tidak terlalu antusias dalam berbicara dengan anggota keluarga.
  • Lebih banyak waktu dihabiskan untuk berkomunikasi melalui media sosial dengan teman sebaya.
  • Kemampuan memahami gaya bahasa seperti ironi, sarkasme, dan metafora dalam percakapan.
  • Tantangan dalam Perkembangan Bahasa pada Anak Fase D:
  • Dengan kemampuan berpikir kritis yang mulai muncul dan keterampilan komunikasi yang semakin baik, anak-anak dalam fase D menjadi lebih berani dalam mengungkapkan diri, baik di lingkungan sekitarnya maupun di media sosial. Namun, mereka mungkin belum cukup matang dalam menanggapi perbedaan pendapat atau bahkan kritik yang mungkin muncul. Inilah tempat di mana peran pendidik sangat penting untuk memberikan dukungan dan bimbingan.

Tantangan yang sering muncul akibat perkembangan bahasa pada anak Fase D meliputi:


  • Kesiapan peserta didik menghadapi perundungan di dunia digital.
  • Kemampuan berpikir kritis dalam dunia digital.
  • Pertimbangan mengenai keamanan digital dan privasi.
  • Berfleksi tentang hak privasi.
  • Hindari pemberian ceramah dan nasihat, tetapi lebih baik menggunakan cerita pengalaman.
  • Memberikan ruang bagi peserta didik untuk berpendapat.
  • Mendorong kemampuan peserta didik untuk melindungi diri mereka sendiri.
  • Mengatasi perubahan sikap anak terhadap orang dewasa di sekitarnya, seperti menjadi lebih diam.
  • Melatih kemampuan berbicara dari hati ke hati.
  • Menerima dan memahami perasaan anak.
  • Memahami preferensi berkomunikasi anak yang lebih nyaman melalui teks atau pesan instan.
  • Mengadopsi bahasa yang sesuai dan dapat diterima oleh anak, pendidik, dan wali murid.

Stimulasi dan Dukungan untuk Perkembangan Bahasa:


  • Membangun hubungan yang hangat dan melibatkan kegiatan bersama peserta didik untuk membuka jalur komunikasi.
  • Mendengarkan aktif, bukan hanya berbicara kepada peserta didik, tetapi juga benar-benar mendengarkan mereka.
  • Memperhatikan apa yang peserta didik bagikan di media sosial, dan memberikan contoh serta edukasi mengenai keamanan digital.
  • Mendorong peserta didik untuk membaca buku sesuai dengan usia mereka untuk meningkatkan literasi dan mengenalkan mereka pada berbagai genre literatur.

Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak Fase D

Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak Fase D

Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak Fase D


Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak dalam Fase D adalah elemen penting dalam pemahaman perkembangan anak. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang bagaimana anak-anak mengalami perkembangan sosial dan emosional mereka selama Fase D, serta dampaknya terhadap pertumbuhan mereka. Mari kita eksplorasi aspek penting ini dalam perkembangan anak.

Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak Fase D


Aspek perkembangan sosial-emosi anak Fase D memiliki intensitas interaksi lebih sering dan lebih dalam dengan teman sebaya. Anak yang berada di usia 12-15 tahun ini juga mengalami naik-turunnya harga diri (self-esteem) karena merasa semua orang memperhatikannya dan ia memiliki peranan dalam perilaku orang lain. Perkembangan sosial-emosi menjadi salah satu aspek penting dalam perkembangan diri anak pada Fase D yang harus terpenuhi.


A. Ciri Perkembangan Sosial-Emosi

Anak Fase D memiliki ciri-ciri perkembangan sosial-emosi sebagai berikut:

  • Suasana hati yang berubah-ubah (mood swing) karena perkembangan otak dan perubahan hormonal.
  • Sering mempertanyakan kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pendidik/ sekolah.
  • Memiliki keinginan kuat untuk diterima oleh teman dengan cara mengubah gaya berpakaian, selera musik, dan hobi.
  • Tertarik dan memiliki perasaan ingin dekat dengan lawan jenis.
  • Kesadaran diri meningkat dan peka terhadap kritik.

B. Tantangan Perkembangan Sosial-Emosi

Contoh tantangan perkembangan sosial-emosi anak Fase D:

  • Kecemasan peserta didik tinggi saat menjelang kelulusan. Bagaimana mendampinginya?
  • Kesehatan mental peserta didik penting mendapat perhatian di fase ini.
  • Sediakan lingkungan yang nyaman dan aman agar peserta didik bisa bercerita dan mengatasi kecemasannya.
  • Amati pola perilaku peserta didik dan tangani jika butuh bantuan lebih lanjut.
  • Tekanan pertemanan memengaruhi perilaku peserta didik, bagaimana menguatkannya?
  • Pertemanan rentan konflik karena berbagai hal.
  • Peserta didik rentan terhadap pengaruh buruk dari pertemanan.
  • Peserta didik perlu memahami pentingnya batasan sehat dalam pertemanan.
  • Berani menolak ajakan pada perilaku negatif.
  • Gunakan komunikasi efektif dan hindari menggurui.
  • Manfaatkan media untuk mengkomunikasikan pada peserta didik, misalnya melalui film, bahan bacaan, dan lagu.

C. Stimulasi dan Dukungan Perkembangan Sosial-Emosi

Pendidik hendaknya mampu memberikan stimulasi dan dukungan berikut ini:

  • Membangun hubungan hangat dan melakukan kegiatan menyenangkan bersama peserta didik.
  • Membantu peserta didik memahami dan mengelola emosinya.
  • Mengenal dengan siapa dan di mana peserta didik biasa bergaul.
  • Menjadi teman berdiskusi ketika peserta didik mempertanyakan kebijakan atau peraturan yang ada.
  • Mengajak peserta didik diskusi tentang ketertarikan pada lawan jenis (mengapa terjadi dan bagaimana menyikapinya).
  • Melontarkan kritik dengan cara yang tepat.
Sebagai akhir dari artikel ini, kita menyadari betapa pentingnya pemahaman terhadap Aspek Perkembangan Sosial-Emosi Anak Fase D dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan pengetahuan yang mendalam tentang topik ini, kita dapat memberikan perhatian yang lebih baik dan dukungan yang dibutuhkan untuk membantu anak-anak menghadapi berbagai tantangan dan meraih potensi mereka secara optimal.


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pilar penting dalam menjalankan Standar Pengelolaan Pendidikan yang berkualitas. Artikel ini akan membahas peranan kunci MBS dalam perbaikan sistem pendidikan, serta bagaimana pendekatan ini dapat membantu sekolah mencapai dan menjaga standar pengelolaan pendidikan yang tinggi. Mari kita eksplorasi lebih dalam mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam konteks pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan



Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan pendidikan. Satuan pendidikan dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan pendidikan mengacu pada standar pengelolaan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sebelum masuk lebih jauh tentang MBS, ada baiknya kita mengenal apa itu standar pengelolaan dan bagaimana hubungannya dengan MBS.

Standar pengelolaan adalah kriteria minimal mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Standar pengelolaan pendidikan digunakan sebagai pedoman bagi satuan pendidikan dalam mengelola potensi dan sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien untuk mengembangkan potensi, prakarsa, kemampuan, dan kemandirian peserta didik secara optimal.

Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek No. 47 Tahun 2023 dilaksanakan dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).


Tujuan penerapan MBS adalah mendorong terwujudnya layanan pendidikan yang aman, menyenangkan, inklusif, memperhatikan kesetaraan gender, dan berkebinekaan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan.

Penerapan MBS pada satuan pendidikan ditunjukkan dengan:

  1. kemandirian satuan pendidikan dalam mengelola dan mengatur dirinya sendiri
  2. kemitraan satuan pendidikan berupa kolaborasi dengan dunia usaha, dunia industri, dunia kerja, orang tua atau wali, komunitas belajar, organisasi mitra, dan/atau pemangku kepentingan lainnya
  3. partisipasi masyarakat secara aktif berupa pelibatan masyarakat serta penguatan peran dan kapasitas orang tua atau wali, komunitas belajar, organisasi mitra, dan pemangku kepentingan lainnya
  4. keterbukaan satuan pendidikan untuk menyediakan akses informasi publik terkait penyelenggaraan pendidikan dengan berbagai jalur komunikasi
  5. akuntabilitas satuan pendidikan dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan pendidikan kepada pihak terkait
  6. Penerapan MBS dalam pengelolaan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan dipimpin oleh kepala sekolah dibantu oleh guru dan komite sekolah. Demikian juga halnya dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan didukung dengan pengelolaan sistem informasi yang valid.

Dalam mengakhiri artikel ini, kita memahami pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam mewujudkan Standar Pengelolaan Pendidikan yang unggul. Dengan terus mengembangkan praktik MBS dan fokus pada pelaksanaan yang efektif, kita berkontribusi pada perbaikan sistem pendidikan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Teruslah memantau perkembangan terbaru dalam MBS dan Standar Pengelolaan Pendidikan.

Sumber:
Permendikbudristek No. 47 Tahun 2023
Capaian Pembelajaran Informatika Fase D

Capaian Pembelajaran Informatika Fase D

Capaian Pembelajaran Informatika Fase D

A. Rasional Mata Pelajaran Informatika

Mata pelajaran Informatika saat masuk dalam struktur kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka, setelah TIK absen pada kurikulum sebelumnya. Informatika adalah sebuah disiplin ilmu yang mencari pemahaman dan mengeksplorasi dunia di sekitar kita, baik natural maupun artifisial yang secara khusus tidak hanya berkaitan dengan studi, pengembangan, dan implementasi dari sistem komputer, tetapi juga pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar pengembangan. Peserta didik dapat menciptakan, merancang, dan mengembangkan produk berupa artefak komputasional (computational artifact) dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak (algoritma, program, atau aplikasi), atau sistem berupa kombinasi perangkat keras dan lunak dengan menggunakan teknologi dan perkakas (tools) yang sesuai.

Informatika mencakup prinsip keilmuan perangkat keras, data, informasi, dan sistem komputasi yang mendasari proses pengembangan tersebut. Oleh karena itu, Informatika mencakup sains, rekayasa, dan teknologi yang berakar pada logika dan matematika. Istilah Informatika dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata yang diadaptasi dari Computer Science atau Computing dalam bahasa Inggris. Peserta didik mempelajari mata pelajaran Informatika tidak hanya untuk menjadi pengguna komputer, tetapi juga untuk menyadari perannya sebagai problem solver yang menguasai konsep inti (core concept), terampil dalam praktik (core practices) menggunakan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta berpandangan terbuka pada aspek lintas bidang.

Mata pelajaran Informatika memberikan fondasi berpikir komputasional yang merupakan kemampuan problem solving yaitu keterampilan generik yang penting seiring dengan perkembangan teknologi digital yang pesat. Peserta didik ditantang untuk menyelesaikan persoalan komputasi yang berkembang mulai dari kelas I sampai dengan kelas XII, mulai dari data sedikit sampai dengan data banyak, mulai dari persoalan kecil dan sederhana sampai dengan persoalan besar, kompleks, dan rumit, serta mulai dari hal yang konkret sampai dengan abstrak dan samar atau ambigu.


Mata pelajaran Informatika juga meningkatkan kemampuan peserta didik dalam logika, analisis, dan interpretasi data yang diperlukan dalam literasi, numerasi, dan literasi sains, serta membekali peserta didik dengan kemampuan pemrograman yang mendukung pemodelan dan simulasi dalam sains komputasi (computational science) dengan menggunakan TIK. Proses pembelajaran Informatika berpusat pada peserta didik (student-centered learning) dengan prinsip pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry-based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), dan pembelajaran berbasis projek (project-based learning). Guru dapat menentukan tema atau kasus sesuai dengan kondisi lokal, terutama tema atau kasus tentang analisis data.


Mata pelajaran Informatika dilaksanakan secara inklusif bagi semua peserta didik di seluruh Indonesia, sehingga pembelajarannya dapat menggunakan komputer (plugged) maupun tanpa komputer (unplugged). Pembelajaran Informatika pada jenjang SD menekankan pada fondasi berpikir komputasional (computational thinking), diintegrasikan dalam tema atau mata pelajaran lainnya terutama dalam Bahasa, Matematika dan Sains. Pembelajaran Informatika mendukung kemampuan peserta didik dalam mengekspresikan kemampuan berpikir secara terstruktur dan pemahaman aspek sintaksis maupun semantik dalam bahasa, membentuk kebiasaan peserta didik untuk berpikir logis dalam Matematika, serta kemampuan menganalisis dan menginterpretasi data dalam Sains.


Mata pelajaran Informatika berkontribusi terhadap profil pelajar Pancasila dalam memampukan peserta didik menjadi warga yang bernalar kritis, mandiri, kreatif melalui penerapan berpikir komputasional; serta menjadi warga yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong melalui Praktik Lintas Bidang (core practices) untuk menghasilkan artefak komputasional yang dikerjakan secara berkolaborasi dalam kerja kelompok baik secara luring maupun daring dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kemampuan bekerja mandiri dan berkolaborasi secara daring merupakan kemampuan penting sebagai anggota masyarakat abad ke-21. Peserta didik diharapkan dapat menjadi warga digital (digital citizen) yang beretika dan mandiri dalam berteknologi informasi, sekaligus menjadi warga dunia (global citizen) yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.



B. Tujuan Mata Pelajaran Informatika

Mata pelajaran Informatika bertujuan untuk mengantarkan peserta didik menjadi "computationally literate creators" yang menguasai konsep dan praktik Informatika, yaitu:

  • Berpikir komputasional, yaitu terampil menciptakan solusi-solusi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan secara sistematis, kritis, analitis, dan kreatif;
  • Memahami ilmu pengetahuan yang mendasari Informatika, yaitu sistem komputer, jaringan komputer dan internet, analisis data, algoritma dan pemrograman, serta menyadari dampak Informatika terhadap kehidupan bermasyarakat.
  • Terampil berkarya dalam menghasilkan artefak komputasional sederhana, dengan memanfaatkan teknologi dan menerapkan proses rekayasa, serta mengintegrasikan pengetahuan bidangbidang lain yang membentuk solusi sistemik.
  • Terampil dalam mengakses, mengelola, menginterpretasi, mengintegrasikan, melakukan evaluasi informasi, serta menciptakan informasi baru dari himpunan data dan informasi yang dikelolanya, dengan memanfaatkan TIK yang sesuai.
  • Menunjukkan karakter baik sebagai anggota masyarakat digital, sehingga mampu berkomunikasi, berkolaborasi, berkreasi dan menggunakan perangkat teknologi informasi disertai kepedulian terhadap dampaknya dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Karakteristik Mata Pelajaran Informatika

Mata pelajaran Informatika mengintegrasikan kemampuan berpikir komputasional, keterampilan menerapkan pengetahuan Informatika, serta pemanfaatan teknologi (khususnya TIK) secara tepat dan bijak sebagai objek kajian dan alat bantu untuk menghasilkan solusi efisien dan optimal dari persoalan yang dihadapi masyarakat dengan menerapkan rekayasa dan prinsip keilmuan Informatika. Elemen mata pelajaran Informatika saling terkait satu sama lain membentuk keseluruhan mata pelajaran Informatika sebagaimana diilustrasikan pada gambar bangunan Informatika di bawah ini.


Capaian Pembelajaran Informatika Fase D

Keterangan:
  • TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi
  • SK : Sistem Komputer
  • JKI : Jaringan Komputer dan Internet
  • AD : Analisis Data
  • AP : Algoritma dan Pemrograman
  • DSI : Dampak Sosial Informatika

D. Elemen Pada Mata Pelajaran Informatika

Mata pelajaran Informatika terdiri atas 8 (delapan) elemen, yaitu:

Berpikir komputasional (BK)
Mengasah keterampilan problem solving yang efektif, efisien, dan optimal sebagai landasan untuk menghasilkan solusi dengan menerapkan penalaran kritis, kreatif dan mandiri.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Menjadi perkakas dalam berkarya dan sekaligus objek kajian yang memberikan inspirasi agar suatu hari peserta didik menjadi pencipta karya-karya berteknologi yang berlandaskan Informatika.

Sistem komputer (SK)
Pengetahuan tentang bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak berfungsi dan saling mendukung dalam mewujudkan suatu layanan bagi pengguna baik di luar maupun di dalam jaringan komputer/internet.

Jaringan Komputer dan Internet (JKI)
Memfasilitasi pengguna untuk menghubungkan sistem komputer dengan jaringan lokal maupun internet.

Analisis Data (AD)
Memberikan kemampuan untuk menginput, memproses, memvisualisasi data dalam berbagai tampilan, menganalisis, menginterpretasi, dan memprediksi, serta mengambil kesimpulan serta keputusan berdasarkan penalaran.

Algoritma dan Pemrograman (AP)
Mengarahkan peserta didik menuliskan langkah penyelesaian solusi secara runtut dan menerjemahkan solusi menjadi program yang dapat dijalankan oleh mesin (komputer).

Dampak Sosial Informatika (DSI)
Menyadarkan peserta didik akan dampak Informatika dalam:

kehidupan bermasyarakat dan dirinya, khususnya dengan kehadiran dan pemanfaatan TIK, dan
bergabungnya manusia dalam jaringan komputer dan internet untuk membentuk masyarakat digital.

Praktik Lintas Bidang (PLB)
Melatih peserta didik bergotong royong untuk untuk menghasilkan artefak komputasional secara kreatif dan inovatif dengan mengintegrasikan semua pengetahuan Informatika maupun pengetahuan dari mata pelajaran lain, menerapkan proses rekayasa atau pengembangan (designing, implementing, debugging, testing, refining), serta mendokumentasikan dan mengomunikasikan hasil karyanya.

Beban belajar setiap elemen pada mata pelajaran Informatika tidak sama. BK, AD, AP, dan PLB memiliki beban belajar paling besar yang memungkinkan peserta didik berpikir kritis dan kreatif. SK dan JKI diberikan terbatas pada pengetahuan dasar dan penggunaannya. TIK dan DSI dapat diberikan sambil melakukan kegiatan yang berkaitan dengan elemen lainnya, dimana perkakas TIK saat ini semakin intuitif yang mudah dipelajari dan dimanfaatkan, sedangkan DSI merupakan aspek dari setiap area pengetahuan Informatika untuk menumbuhkan kepedulian pada masyarakat dan pembentukan karakter baik sebagai warga dunia maupun warga digital.


E. Capaian Pembelajaran Informatika Berdasarkan Elemen


Pada akhir fase D, peserta didik mampu memahami dampak dan menerapkan etika sebagai warga digital, memahami komponen, fungsi, cara kerja, dan kodifikasi data sebuah komputer serta proses kodifikasi dan penyimpanan data dalam sistem komputer, jaringan komputer, dan internet, mengakses, mengolah, dan mengelola data secara efisien, terstruktur, dan sistematis, menganalisis, menginterpretasi, dan melakukan prediksi berdasarkan data dengan menggunakan perkakas atau secara manual, menerapkan berpikir komputasional secara mandiri untuk menyelesaikan persoalan dengan data diskrit bervolume kecil dan mendisposisikan berpikir komputasional dalam bidang lain, mengembangkan atau menyempurnakan program dalam bahasa blok (visual), menggunakan berbagai aplikasi untuk berkomunikasi, mencari, dan mengelola konten informasi, serta bergotong royong untuk menciptakan produk dan menjelaskan karakteristik serta fungsi produk dalam laporan dan presentasi yang menggunakan aplikasi.

Elemen

 Capaian Pembelajaran

BK

Pada akhir fase D, peserta didik mampu menerapkan berpikir komputasional untuk menghasilkan beberapa solusi dalam menyelesaikan persoalan dengan data diskrit bervolume kecil dan mendisposisikan berpikir komputasional dalam bidang lain terutama dalam literasi, numerasi, dan literasi sains (computationally literate)

TIK

Pada akhir fase D, peserta didik mampu menerapkan praktik baik dalam memanfaatkan aplikasi surel untuk berkomunikasi, aplikasi peramban untuk pencarian informasi di internet, Content Management System (CMS) untuk pengelolaan konten digital, dan memanfaatkan perkakas TIK untuk mendukung pembuatan laporan, presentasi serta analisis dan interpretasi data

SK

Pada akhir fase D, peserta didik mampu mendeskripsikan komponen, fungsi, dan cara kerja komputer yang membentuk sebuah sistem komputasi, serta menjelaskan proses dan penggunaan kodifikasi untuk penyimpanan data dalam memori komputer

JKI

Pada akhir fase D, peserta didik mampu memahami konektivitas jaringan lokal, komunikasi data via ponsel, konektivitas internet melalui jaringan kabel dan nirkabel (bluetooth, wifi, internet)

AD

Pada akhir fase D, peserta didik mampu mengakses, mengolah, mengelola, dan menganalisis data secara efisien, terstruktur, dan sistematis untuk menginterpretasi dan memprediksi sekumpulan data dari situasi konkret sehari-hari yang berasal dari suatu sumber data dengan menggunakan perkakas TIK atau manual

AP

Pada akhir fase D, peserta didik mampu memahami objek-objek dan instruksi dalam sebuah lingkungan pemrograman blok (visual) untuk mengembangkan program visual sederhana berdasarkan contoh-contoh yang diberikan, mengembangkan karya digital kreatif (game, animasi, atau presentasi), menerapkan aturan translasi konsep dari satu bahasa visual ke bahasa visual lainnya, dan mengenal pemrograman tekstual sederhana

DSI

Pada akhir fase D, peserta didik mampu memahami ketersediaan data dan informasi lewat aplikasi media sosial, memahami keterbukaan informasi, memilih informasi yang bersifat publik atau privat, menerapkan etika dan menjaga keamanan dirinya dalam masyarakat digital

PLB

Pada akhir fase D, peserta didik mampu bergotong royong untuk mengidentifikasi persoalan, merancang, mengimplementasi, menguji, dan menyempurnakan artefak komputasional sebagai solusi persoalan masyarakat serta mengomunikasikan produk dan proses pengembangannya dalam bentuk karya kreatif yang menyenangkan secara lisan maupun tertulis


Sumber:
SK Kemendikbudristek No. 033/H/KR/2022


Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Aspek Perkembangan Bahasa Anak Fase D

Perkembangan bahasa pada anak adalah tahap yang menarik. Artikel ini akan membahas aspek perkembangan bahasa pada anak di fase D, membantu orang tua dan pendidik memahami perubahan signifikan dalam kemampuan komunikasi anak.



Perkembangan bahasa anak Fase D adalah salah satu aspek penting bagi perkembangan diri anak sejak lahir sampai dewasa yang harus terpenuhi dalam setiap tahapan hidupnya. Anak Fase D yang berada antara 12-15 tahun sudah memiliki kemampuan berkomunikasi seperti orang dewasa, misalnya menggunakan istilah dan perumpamaan.


Meskipun kemampuan komunikasi secara verbalnya semakin baik, akan tetapi masa pubertas mempengaruhi anak menjadi lebih hemat berbicara. Hal ini yang harus bisa dipahami dan dicarikan solusi oleh pendidik agar perkembangan diri anak menjadi lebih baik.


A. Ciri Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa pada anak Fase D memiliki ciri-ciri berikut ini:

  • Menjawab pertanyaan dengan lugas dan ringkas.
  • Tidak terlalu antusias berbicara dengan anggota keluarga.
  • Banyak menghabiskan waktu untuk berkomunikasi lewat dunia maya dengan teman.
  • Memahami gaya bahasa ironi, sarkastik, dan metafora dalam percakapan.


B. Tantangan Perkembangan Bahasa

Kemampuan berpikir kritis yang mulai muncul dan komunikasi yang semakin baik membuat anak Fase D lebih berani untuk mengungkapkannya, baik di lingkungan sekitar ataupun melalui media sosial. Namun hal ini belum tentu dibarengi dengan kematangan anak dalam menanggapi perbedaan opini atau bahkan kritik balik yang biasa terjadi. Di sinilah tantangan dan peran pendidik untuk memberikan pendampingan maupun perhatian pada anak tersebut.


Di bawah ini merupakan contoh tantangan yang sering muncul sebagai akibat perkembangan bahasa pada anak Fase D.

Apakah peserta didik siap menghadapi perundungan di dunia digital?

  • Berpikir kritis di dunia digital penting dimiliki peserta didik.
  • Pertimbangkan apa yang aman dan tidak.
  • Berefleksi tentang privasi.
  • Hindari ceramah dan nasihat.
  • Gunakan cerita pengalaman.
  • Beri ruang untuk berpendapat.
  • Berdayakan untuk mampu melindungi diri.

Sikap anak berubah terhadap orang dewasa di sekitarnya, lebih banyak diam. Apakah ini wajar?

  • Mampu bicara dari hati ke hati dan perlu dilatih.
  • Perasaannya perlu diterima.
  • Lebih nyaman berkomunikasi lewat teks misalnya chat atau instant message.
  • Wajar menggunakan bahasa masa kini.
  • Sepakati cara berbahasa yang bisa diterima anak maupun pendidik dan wali murid.


C. Stimulasi dan Dukungan Perkembangan Bahasa

  • Membangun hubungan hangat dan melakukan kegiatan menyenangkan bersama peserta didik agar lebih terbuka.
  • Menjadi pendengar aktif bukan hanya berbicara kepada peserta didik tetapi juga mendengarkan.
  • Menyimak sepenuh hati dan tubuh apa yang diceritakan oleh peserta didik.
  • Aktif mengobservasi kegiatan peserta didik di media sosial dan mencontohkan serta mengajarkan peserta didik tentang keamanan dan kesehatan dalam aktivitas digital.
  • Mendorong peserta didik untuk membaca buku berjenjang sesuai usia untuk meningkatkan kemampuan literasi dan bahan bacaan lain dari berbagai genre.

Dengan pemahaman yang baik tentang aspek perkembangan bahasa anak di fase D, kita dapat memberikan dukungan yang sesuai untuk pertumbuhan komunikasi anak. Untuk panduan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami.
Strategi Penguatan Numerasi di Sekolah

Strategi Penguatan Numerasi di Sekolah

Strategi Penguatan Numerasi di Sekolah

Numerasi adalah keterampilan matematika yang fundamental. Artikel ini akan membahas strategi penguatan numerasi yang efektif di sekolah, membantu siswa meraih keberhasilan dalam pembelajaran matematika.

Strategi Penguatan Numerasi di Sekolah



Literasi dan Numerasi merupakan kecakapan penting yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik di Indonesia. Setelah pada artikel lalu kita bahas tentang kebijakan pemerintah dalam menguatkan literasi - numerasi dan strategi penguatan literasi, sekarang lanjut dengan bagaimana strategi penguatan numerasi yang harus dijalankan di sekolah.

Penguatan kemampuan numerasi peserta didik di sekolah dapat dilakukan melalui strategi berikut:

  • Menyediakan sarana lingkungan fisik yang memberikan stimulus numerasi kepada peserta didik serta lingkungan berkarya (makerspace) yang memfasilitasi interaksi numerasi.
  • Membangun lingkungan sosial-afektif positif yang mendukung growth mindset bahwa numerasi merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh semua peserta didik dan merupakan tanggung jawab semua orang, bukan hanya peran dari guru matematika saja.
  • Mengimplementasi berbagai program sekolah yang komprehensif dan sesuai untuk berbagai kelompok peserta didik yang ditargetkan, misalnya program numerasi dini untuk peserta didik pendidikan usia dini.
  • Menekankan penalaran dan proses pemodelan pemecahan masalah di dalam mata pelajaran matematika dan menerapkan numerasi lintas kurikulum di mata pelajaran non matematika.
Dalam implementasi strategi penguatan kemampuan numerasi pada pembelajaran, guru dapat mengawalinya dengan Asesmen Diagnosis, yakni melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), kemudian dilanjutkan dengan Pembelajaran Remedial.

A. Strategi Implementasi Pada Lingkungan Fisik dan Membangun Lingkungan Berkarya (Makerspace)

Berikut ini beberapa strategi implementasi penguatan kemampuan numerasi pada lingkungan fisik dan membangun lingkungan berkarya:

  • Pengembangan sarana penunjang dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran numerasi sehingga tercipta ekosistem yang kaya numerasi.
  • Tampilan informasi yang memunculkan numerasi dalam berbagai konteks. Misalnya, di kamar kecil dapat ditampilkan informasi mengenai berapa jumlah volume air yang diboroskan jika keran tidak tertutup penuh dan masih meneteskan air selama satu hari, atau informasi mengenai bagaimana memperkirakan waktu 20 detik untuk mencuci tangan dengan sabun sebagai protokol kesehatan.
  • Tampilan informasi yang biasanya hanya dalam bentuk teks, dapat diperkaya dengan unsur numerasi. Misalnya, staf perpustakaan dapat menampilkan informasi mengenai jumlah peminjam buku (contoh: berdasarkan genre, gender, dan sebagainya) setiap bulannya dengan menggunakan diagram lingkaran, tabel, atau grafik.
  • Pemanfaatan fasilitas di sekolah untuk tampilan-tampilan numerasi, misalnya, alat pengukuran tinggi badan, termometer suhu ruangan, dan nomor ruang kelas yang menarik.
  • Tersedianya fasilitas atau tampilan-tampilan numerasi di taman sekolah yang mendorong peserta didik untuk bermain numerasi
  • Ketersediaan lingkungan atau ruang berkarya untuk numerasi yang memberikan kesempatan peserta didik untuk berinteraksi melalui alat matematika dan permainan tradisional maupun permainan papan (board games) yang membutuhkan dan melatih keterampilan numerasi. Ruang ini dapat berada di salah satu bagian dari perpustakaan, ruang kelas khusus, atau bahkan ruang pada fasilitas umum atau sosial, misalnya di balai desa, sehingga memberikan akses bahkan untuk anak prasekolah dan anak pendidikan usia dini.

B. Strategi Implementasi Pada Lingkungan Sosial-Afektif

Berikut ini beberapa strategi implementasi penguatan kemampuan numerasi pada lingkungan sosial-afektif:

  • Pesan positif (growth mindset) bahwa semua peserta didik memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menjadi numerat (yaitu seorang yang dapat menggunakan fakta, konsep, keterampilan, dan alat matematika untuk memecahkan masalah pada berbagai konteks).
  • Guru dan orang tua mengomunikasikan growth mindset kepada peserta didik secara konsisten, baik secara lisan maupun melalui perlakuan kepada peserta didik. Adanya dialog antara guru dan orang tua untuk membicarakan berbagai strategi yang dapat digunakan, serta proses tindak lanjut yang dilakukan.
  • Memunculkan tokoh masyarakat (figur publik) yang dikenal peserta didik, misalnya youtuber seperti Jerome Polin, untuk mengubah persepsi umum mengenai matematika dan numerasi.
  • Mengangkat topik mengenai pekerjaan di masa yang akan datang dan peran penting matematika.
  • Mengubah paradigma bahwa mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik merupakan tanggung jawab semua pihak (guru semua mata pelajaran, staf, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya).

C. Strategi Implementasi Pada Lingkungan Akademis

Berikut ini beberapa strategi implementasi penguatan kemampuan numerasi pada lingkungan akademis:
  • Penyediaan buku-buku yang berkaitan dengan numerasi, baik buku bacaan fiksi, nonfiksi, cara mengajarkan numerasi, maupun cara membuat alat peraga numerasi di perpustakaan sekolah.
  • Program numerasi sekolah untuk mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata, misalnya berupa seri topik mengenai matematika dalam kehidupan di rumah, matematika dalam berbagai pekerjaan yang ada saat ini, matematika dalam pekerjaan di masa depan, dan matematika di kehidupan bermasyarakat.
  • Program numerasi peserta didik PAUD dan SD melalui permainan baik permainan tradisional, misalnya congklak. Atau permainan papan (board games), misalnya permainan ular tangga. Saat ini sudah ada berbagai permainan papan (board games) dan permainan kartu (card games) hasil karya putra-putri Indonesia yang memuat unsur numerasi.
  • Program membuat permainan numerasi yang mengundang peserta didik dan orang tua untuk membuat dan memainkan permainan numerasi sederhana yang dapat dibawa pulang untuk dimainkan di rumah.

D. Strategi Implementasi Numerasi Dalam Pembelajaran

Numerasi pada Mata Pelajaran Matematika

Numerasi berperan menentukan cara dan arah pembelajaran matematika di sekolah, sehingga pembelajaran matematika lebih bermakna bagi peserta didik secara kontekstual. Beberapa prinsip penguatan numerasi dalam mata pelajaran matematika mencakup:
  • memberikan perhatian pada konteks kehidupan nyata
  • penerapan pengetahuan matematika
  • penggunaan alat fisik, representasi dan digital
  • peningkatan sikap positif terhadap penggunaan matematika untuk memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari
  • orientasi kritis untuk menginterpretasi hasil matematika dan membuat keputusan berbasiskan bukti
Tuntutan numerasi dalam matematika melibatkan pengetahuan dan kapasitas untuk memanfaatkan keterkaitan ide-ide matematika (antara berbagai topik dan domain matematika). Untuk guru matematika, tantangannya adalah memberikan perhatian khusus pada bagaimana matematika digunakan di luar kelas matematika, misalnya memberikan masalah yang solusinya bergantung pada konteks dan meminta peserta didik untuk membenarkan solusi mereka dan pilihan keterampilan matematika yang mereka gunakan. Penguatan numerasi di matematika dapat dilakukan dengan melihat mata pelajaran lain sebagai penyedia konteks yang bermakna di mana konsep matematika dapat diperkenalkan atau dikembangkan.

Numerasi Lintas Kurikulum (Mata Pelajaran Non Matematika)

Agar numerasi berguna bagi peserta didik maka haruslah dipelajari dalam berbagai konteks dan melalui semua mata pelajaran sekolah, bukan hanya matematika. Pendekatan yang dibutuhkan adalah apa yang disebut sebagai numerasi lintas mata pelajaran, yaitu peran aktif dari guru mata pelajaran selain matematika untuk mengidentifikasi kesempatan numerasi di dalam mata pelajaran yang diajarnya dan untuk menstimulasi diskusi mengenai numerasi dalam kurikulum semua mata pelajaran. Ini tidak berarti bahwa guru non-matematika berubah fungsi menjadi pengajar matematika, melainkan mereka menanamkan (embed) numerasi dalam mata pelajaran yang mereka ajar tanpa kehilangan fokus pada mata pelajaran tersebut.

Guru dapat menciptakan berbagai jenis kesempatan belajar numerasi melalui hal berikut:

  • Mengidentifikasi tuntutan numerasi spesifik dari mata pelajaran mereka dengan menganalisis kurikulum mata pelajaran disiplin ilmu yang diajar.
  • Memberikan pengalaman dan peluang belajar yang mendukung penerapan pengetahuan dan keterampilan matematika umum peserta didik.
  • Menyadari penggunaan yang benar dari terminologi matematika di mata pelajaran mereka dan menggunakan bahasa ini dalam pengajaran mereka yang sesuai.
Pada saat guru non-matematika turut memperhatikan numerasi dalam mata pelajaran lintas kurikulum sebenarnya dapat meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran tersebut. Sebagai contoh, seorang guru IPS ketika turut melatih siswa dalam membaca dan menginterpretasi data yang disajikan melalui grafik dengan baik akan membantu siswa juga dalam memahami pelajaran, misalnya mengenal ketidakmerataan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, ketika guru memperkuat kemampuan numerasi siswa, secara timbal balik, kemampuan siswa untuk memahami disiplin ilmu tersebut juga meningkat.

Berikut ini contoh numerasi lintas kurikulum untuk beberapa mata pelajaran non matematika:

  • IPA : Mengestimasi pertumbuhan makhluk hidup menyatakan prediksi dengan membuat bagan
  • IPS : Membuat grafik penggunaan air pribadi dan membandingkannya dengan ketersediaan air di berbagai daerah di Indonesia
  • Bahasa : Membandingkan istilah-istilah matematika yang memiliki pengertian yang berbeda dari penggunaan sehari-hari
  • Sejarah : Menggunakan diagram batang untuk membandingkan persediaan makan pada Perang Dunia II dengan konsumsi makanan peserta didik
  • Seni : Memperkirakan ruangan yang dibutuhkan untuk menggambar dengan proporsi yang tepat
  • PJOK : Memperkirakan berapa kalori yang dibakar untuk kegiatan fisik tertentu
  • PPKn : Membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi di berbagai era Presiden Indonesia

Sumber :
Panduan Penguatan Literasi & Numerasi di Sekolah
Ditjen PAUD, Dikdas, & Dikmen Kemendikbud 2021

Dengan mengadopsi strategi penguatan numerasi yang tepat, sekolah dapat membantu siswa menguasai matematika dengan lebih baik. Untuk panduan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami.

Refleksi Pembelajaran dan Asesmen di Kurikulum Merdeka

Refleksi Pembelajaran dan Asesmen di Kurikulum Merdeka

Refleksi Pembelajaran dan Asesmen di Kurikulum Merdeka

Refleksi Pembelajaran dan Asesmen di Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka membawa revolusi dalam pendidikan. Artikel ini akan membahas pentingnya refleksi pembelajaran dan asesmen dalam konteks Kurikulum Merdeka, serta memberikan panduan untuk memaksimalkan proses pembelajaran.



Refleksi pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk memberikan umpan balik secara lisan maupun tertulis kepada guru di dalam kelas.

Tujuan refleksi pembelajaran antara lain:

  • Untuk memahami respons siswa dalam sebuah pembelajaran atau penyampaian sebuah materi
  • Guru dapat memahami kelemahan dan kekurangan dari sebuah pembelajaran yang telah dipresentasikan di kelas
  • Memahami akurasi sebuah model, pendekatan, strategi, taktik dan metode pembelajaran yang telah diimplementasikan
  • Memahami keperluan dan kemauan dari siswa secara detail agar guru bisa membuat pembelajaran yang lebih efektif dalam kesempatan selanjutnya
  • Asesmen tanpa umpan balik hanyalah data administratif yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan asesmen. Hasil asesmen peserta didik pada periode waktu tertentu dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pendidik untuk melakukan refleksi dan evaluasi.

Asesmen terhadap perencanaan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara (Permendikbud Nomor 16 Tahun 2022) sebagai berikut.

  • Refleksi diri terhadap perencanaan dan proses pembelajaran.
  • Refleksi diri terhadap hasil asesmen yang dilakukan oleh sesama Pendidik, kepala Satuan Pendidikan, dan/atau Peserta Didik.

A. Refleksi Diri

Pendidik perlu melakukan refleksi diri terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen yang telah dilakukan. Pendidik yang bersangkutan perlu melakukan refleksi paling sedikit satu kali dalam satu semester.

Dalam melakukan refleksi diri terhadap proses perencanaan dan proses pembelajaran, pendidik dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut untuk membantu melakukan proses refleksi.

  1. Apa tujuan saya mengajar semester/ tahun ini?
  2. Apa yang saya sukai dari proses belajar mengajar semester/ tahun ini?
  3. Aspek/hal apa dalam pengajaran dan asesmen yang berhasil?
  4. Aspek/hal apa dalam pengajaran dan asesmen yang perlu peningkatan?
  5. Apa yang perlu saya lakukan tahun ini untuk hal yang lebih baik tahun depan?
  6. Apa saja tantangan terbesar yang saya hadapi dalam semester/ tahun ini?
  7. Bagaimana cara saya mengatasi tantangan-tantangan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat ditambah dan dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan. Selain untuk refleksi diri, pertanyaan ini juga dapat digunakan oleh sesama pendidik dan kepala sekolah.

B. Refleksi Sesama Pendidik

Penilaian oleh sesama pendidik merupakan asesmen oleh sesama pendidik atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. Hal ini ditujukan untuk membangun budaya saling belajar, kerja sama dan saling mendukung. Sebagaimana refleksi diri, refleksi sesama pendidik dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu semester.

Berikut ada 3 (tiga) hal yang dapat dilakukan oleh sesama peserta didik.

  • Berdiskusi mengenai proses perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (dapat menggunakan/ menyesuaikan pertanyaan untuk refleksi diri).
  • Mengamati proses pelaksanaan pembelajaran.
  • Melakukan refleksi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

C. Refleksi oleh Kepala Sekolah

Penilaian oleh kepala sekolah bertujuan sebagai berikut:

  • Membangun budaya reflektif, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendorong terjadinya refleksi atas proses pembelajaran secara terus menerus dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran itu sendiri.
  • Memberi umpan balik yang konstruktif, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kepala Satuan Pendidikan untuk memberi masukan, saran, dan keteladanan kepada pendidik untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Kepala sekolah dapat memfasilitasi pendidik dalam proses refleksi. Dengan mengadakan diskusi tentang apa yang perlu dilakukan sekolah untuk membantu proses pembelajaran. Kepala Sekolah dapat pula memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan asesmen. Kepala sekolah dapat juga secara acak melakukan observasi untuk melihat langsung proses pembelajaran di dalam kelas.

Pada saat Pengawas melakukan kunjungan, diharapkan dapat mendampingi Pendidik dalam melakukan refleksi. Refleksi ini bisa dalam bentuk refleksi dialogis dan bersifat non judgmental. Dengan kata lain, guru diajak berdialog dan berpikir terbuka namun tanpa harus menghakimi atau menyalahkan. Dalam proses refleksi, pengawas tidak dianjurkan meminta laporan administrasi yang membebani Pendidik.

D. Refleksi oleh Peserta Didik
Penilaian oleh peserta didik bertujuan sebagai berikut.

  • Membangun kemandirian dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran dan kehidupan sehari-hari.
  • Membangun budaya transparansi, objektivitas, saling menghargai, dan mengapresiasi keragaman pendapat dalam menilai proses pembelajaran.
  • Membangun suasana pembelajaran yang partisipatif dan untuk memberi umpan balik kepada pendidik dan peserta didik.
  • Melatih peserta didik untuk mampu berpikir kritis.
Dalam pelaksanaannya pendidik dapat membuat questioner yang dapat memberikan informasi tentang evaluasi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan refleksi ini paling sedikit dilakukan satu kali dalam satu semester.

Setelah pendidik melakukan refleksi dan mendapatkan masukan dari sesama pendidik, kepala sekolah, pengawas/ penilik, dan peserta didik; pendidik kemudian menyusun rencana perbaikan-perbaikan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, pendidik akan terus meningkatkan kualitas pengajaran yang bermuara pada kualitas/ mutu peserta didik.


Sumber:
Panduan Pembelajaran dan Asesmen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
Kemendikbudristek 2022

Dengan refleksi dan asesmen yang tepat, Kurikulum Merdeka dapat memberikan pendidikan yang lebih efektif dan relevan. Untuk panduan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami.

Cara Merancang Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila: Panduan Praktis

Cara Merancang Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila: Panduan Praktis

Cara Merancang Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila


Modul projek merupakan perencanaan pembelajaran dengan konsep pembelajaran berbasis projek (project-based learning) yang disusun sesuai dengan fase atau tahap perkembangan peserta didik, mempertimbangkan tema serta topik projek, dan berbasis perkembangan jangka panjang. Modul projek dikembangkan berdasarkan dimensi, elemen, dan sub-elemen Profil Pelajar Pancasila.

Tim fasilitasi bekerja sama dalam merancang modul projek dan berdiskusi dalam menentukan elemen dan sub-elemen profil, alur kegiatan projek, serta tipe asesmen yang sesuai dengan tujuan dan kegiatan projek.

Cara Merancang Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila


A. Tujuan dan Komponen Modul Projek

Tujuan Modul Projek

Menyusun dokumen yang mendeskripsikan perencanaan kegiatan projek sebagai panduan bagi pendidik dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam tema tertentu.

Komponen Modul Projek

Modul projek dilengkapi dengan komponen yang menjadi dasar dalam proses penyusunannya serta dibutuhkan untuk kelengkapan pelaksanaan pembelajaran. Modul projek umumnya memiliki komponen sebagai berikut.

Informasi umum
  • Identitas penulis modul
  • Sarana dan prasarana
  • Target peserta didik
  • Relevansi tema dan topik projek untuk satuan pendidikan
Komponen inti
  • Deskripsi singkat projek
  • Dimensi dan sub elemen dari Profil Pelajar Pancasila yang berkaitan
  • Tujuan spesifik untuk fase tersebut
  • Alur kegiatan projek secara umum
  • Asesmen
  • Pertanyaan pemantik
  • Pengayaan dan remedial
  • Refleksi peserta didik dan pendidik
Lampiran
  • Lembar kerja peserta didik
  • Bahan bacaan pendidik dan peserta didik
  • Glosarium
  • Daftar pustaka


B. Strategi Mengembangkan Modul Projek

  • Kepala sekolah menganalisis kesiapan sekolah, kondisi dan kebutuhan peserta didik, pendidik, serta satuan pendidikan
  • Pendidik melakukan asesmen diagnostik terhadap kondisi dan kebutuhan peserta didik
  • Pendidik dan peserta didik mengidentifikasi tema dan topik
  • Pendidik mengidentifikasi dan menentukan dimensi Profil Pelajar Pancasila yang ingin dicapai
  • Pendidik merencanakan jenis, teknik dan instrumen asesmen
  • Pendidik menyusun modul projek berdasarkan komponenkomponen yang disarankan
  • Pendidik dapat menentukan komponen-komponen esensial sesuai dengan kebutuhan projek
  • Pendidik mengelaborasi kegiatan projek sesuai dengan komponen esensial
  • Modul siap digunakan
  • Evaluasi dan Pengembangan Modul

Contoh Cuplikan Modul Projek


      

Sumber:
Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA)
Kemendikbudristekdikti
Prinsip dan Prosedur Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran Pada Sekolah Penggerak

Prinsip dan Prosedur Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran Pada Sekolah Penggerak

Prinsip dan Prosedur Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran Pada Sekolah Penggerak

Sekolah Penggerak memainkan peran penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Artikel ini akan membahas prinsip dan prosedur yang tepat untuk menyusun alur tujuan pembelajaran, yang merupakan elemen kunci dalam pengembangan sekolah penggerak.

A. Prinsip Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran

Perumusan dan penyusunan ATP (Alur Tujuan Pembelajaran) pada sekolah penggerak berfungsi mengarahkan guru dalam merencanakan, mengimplementasi dan mengevaluasi pembelajaran secara keseluruhan sehingga Capaian Pembelajaran (CP) diperoleh secara sistematis, konsisten, terarah dan terukur. Penggunaan kata kerja operasional dalam rumusan tujuan pembelajaran memfasilitasi guru dalam mengidentifikasi indikator atau kegiatan/aktivitas pembelajaran yang tentunya sangat terkait dengan pemilihan materi ajar dan jenis evaluasi pembelajaran baik formatif maupun sumatif.

Prinsip dan Prosedur Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran Pada Sekolah Penggerak



Berikut ini ada 7 (tujuh) prinsip penyusunan alur tujuan pembelajaran, yaitu:

Sederhana dan Informatif 

Perumusan Alur Tujuan Pembelajaran hendaknya dapat dipahami oleh penulis itu sendiri maupun pengguna/pembaca. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan istilah atau terminologi yang umum dan tidak bermakna ambigu atau tafsir ganda. Untuk penggunaan istilah khusus, penulis dapat menyertakan penjelasan secukupnya dalam bentuk glosarium.

Esensial dan Kontekstual

Memuat aspek pembelajaran yang sangat mendasar atau penting yakni kompetensi, konten, dan hasil pembelajaran. Selain itu, juga mempertimbangkan penyediaan pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan atau dunia nyata berupa aktivitas yang menantang, menyenangkan dan bermakna.

Berkesinambungan

Antarfase dan antartujuan pembelajaran saling terkait dan merupakan capaian secara runtut, sistematis, dan berjenjang untuk memeroleh CP yang telah ditetapkan dalam setiap mata pelajaran. Penyusunan dilakukan secara kronologis berdasarkan urutan pembelajaran dari waktu ke waktu.


Pengoptimalan tiga aspek kompetensi

Pengoptimalan tiga aspek kompetensi yaitu: pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berjenjang selaras dengan tahapan kognitif (mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) serta dimensi pengetahuan (faktual-konseptual-prosedural-metakognitif). Pengoptimalan juga dilakukan pada penumbuhan kecakapan hidup (kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif) serta beriman, berkebinekaan global, bergotong-royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.

Merdeka Belajar

Prinsip utama penyusunan ATP adalah pemahaman istilah merdeka belajar antara lain:
  • Memerdekakan siswa dalam berpikir dan bertindak pada ranah akademis dan bertanggung jawab secara moral
  • Memfasilitasi dan menginspirasi kreativitas siswa dengan mempertimbangkan keunikan individualnya (kecepatan belajar, gaya dan minat)
  • Mengoptimalkan peran dan kompetensi guru dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

Operasional dan Aplikatif

Rumusan ATP memvisualisasikan dan mendeskripsikan proses pembelajaran dan penilaian secara utuh yang dapat menjadi acuan operasional yang aplikatif untuk merancang modul ajar.

Adaptif dan Fleksibel

Sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, dan karakteristik satuan pendidikan serta mempertimbangkan alokasi waktu dan relevansi antarmata pelajaran serta ruang lingkup pembelajaran yakni intra kurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler.

B. Prosedur Penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran

1. Melakukan analisis Capaian Pembelajaran (CP) yang memuat materi dan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ada 6 (enam) fase CP, yaitu:
  • Fase A untuk kelas I dan II
  • Fase B untuk kelas III dan IV
  • Fase C untuk kelas V dan VI
  • Fase D untuk kelas VII, VIII, dan IX
  • Fase E untuk kelas X
  • Fase F untuk kelas XI dan XII
2. Identifikasi kompetensi-kompetensi di akhir fase dan kompetensi-kompetensi sebelumnya yang perlu dikuasai peserta didik sebelum mencapai kompetensi di akhir fase.

3. Melakukan analisis setiap elemen dan atau subelemen Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan mata pelajaran dan Capaian Pembelajaran pada Fase tersebut. Ada 6 (enam) dimensi Profil Pelajar Pancasila, yaitu:
  • beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
  • mandiri
  • bergotong-royong
  • berkebinekaan global
  • bernalar kritis, dan
  • kreatif
4. Berdasarkan identifikasi kompetensi-kompetensi inti di akhir fase, rumuskan tujuan pembelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi yang akan dicapai, pemahaman bermakna yang akan dipahami dan variasi keterampilan berpikir apa yang perlu dikuasai siswa untuk mencapai Tujuan Pembelajaran (TP).

5. Setelah tujuan pembelajaran dirumuskan, susun tujuan pembelajaran secara linear sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari.

6. Tentukan lingkup materi dan materi utama setiap tujuan pembelajaran (setiap tujuan pembelajaran dapat memiliki lebih dari satu lingkup materi dan materi utama).

7. Berdasarkan perumusan tujuan pembelajaran tentukan jumlah jam pelajaran yang diperlukan. Contoh: tujuan pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi pengetahuan 120 menit, keterampilan 480 menit, dan sikap 120 menit.

Dengan memahami prinsip dan prosedur yang benar, sekolah penggerak dapat meningkatkan efektivitas dan dampak positifnya terhadap sistem pendidikan. Untuk panduan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami.
Visi, Misi, dan Tujuan Sebagai Komponen KOSP

Visi, Misi, dan Tujuan Sebagai Komponen KOSP

Visi, Misi, dan Tujuan Sebagai Komponen KOSP

Dalam pengembangan pendidikan, pemahaman tentang visi, misi, dan tujuan sebagai komponen KOSP (Kurikulum, Organisasi, Sumber Daya, dan Proses Pembelajaran) sangatlah penting. Artikel ini akan memberikan panduan lengkap dalam mengintegrasikan elemen-elemen ini untuk meningkatkan efektivitas pendidikan.

Visi, Misi, dan Tujuan Sebagai Komponen KOSP


Komponen 2 KOSP

A. Pengertian Visi, Misi, dan Tujuan

Visi, misi, dan tujuan menjadi referensi arah pengembangan dan menunjukkan prioritas satuan pendidikan. Merumuskan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan merupakan langkah awal yang sangat penting sebagai acuan utama dalam merancang pembelajaran yang berkualitas. Untuk satuan pendidikan, visi, misi, dan tujuan harus berpusat pada peserta didik.

Visi adalah cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga satuan pendidikan, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
  • Visi merupakan gambaran masa depan yang ingin dicapai oleh satuan pendidikan.
  • Visi harus dapat memberikan panduan/arahan serta motivasi.
  • Visi harus tampak realistis, kredibel dan atraktif. Sebaiknya mudah dipahami, relatif singkat, ideal, dan berfokus pada mutu, serta memotivasi setiap pemangku kepentingan.
Misi adalah pernyataan bagaimana satuan pendidikan mencapai visi yang ditetapkan untuk menjadi rujukan bagi penyusunan program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
  • Pernyataan misi menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh satuan pendidikan.
  • Rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan tindakan, bukan kalimat yang menunjukkan keadaan sebagaimana pada rumusan visi.
  • Antara indikator visi dan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi.
  • Misi menggambarkan upaya bersama yang berorientasi kepada peserta didik.
Tujuan adalah gambaran hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu oleh setiap satuan pendidikan atau program keahlian dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan prinsip yang sudah ditetapkan.
  • Tujuan harus serasi dan mendeskripsikan misi dan nilai-nilai satuan pendidikan.
  • Tujuan fokus pada hasil yang diinginkan pada peserta didik.
  • Tujuan harus spesifik, terukur, dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan, satuan pendidikan dapat melakukan evaluasi.

B. Merumuskan Tujuan Satuan Pendidikan

Tujuan harus selalu merupakan perwujudan dari visi dan misi satuan pendidikan. Tujuan satuan pendidikan harus mencerminkan karakteristik atau hasil yang akan dicapai oleh peserta didik. Karakteristik tersebut mencakup berbagai kapasitas dan tanggung jawab seseorang yang mencakup pertumbuhan intelektual, pribadi, dan emosional serta sosial. Prinsip-prinsip dalam merumuskan tujuan yang berpusat pada peserta didik:

  • Dalam kurikulum operasional satuan pendidikan, profil pelajar Pancasila secara lengkap menjadi fondasi, termasuk semua dimensi beserta elemen dan sub elemennya. Satuan pendidikan dapat menambahkan kompetensi peserta didik sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, selama tidak bertentangan dengan profil pelajar Pancasila.
  • Mengevaluasi secara kritis lingkungan belajar di satuan pendidikan dan membuat perubahan yang diperlukan agar memungkinkan semua peserta didik dan pendidik untuk bekerja mengembangkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila pada peserta didik.
  • Memfokuskan kembali pada tujuan satuan pendidikan atau program keahlian untuk SMK, secara kreatif mengelola sumber daya yang ada pada satuan pendidikan, baik itu sumber daya manusia (pendidik/ orang tua, peserta didik) maupun sumber daya lainnya seperti lingkungan/ komunitas di sekitar satuan pendidikan.
  • Menjadikan profil pelajar Pancasila sebagai prinsip utama setiap program pembelajaran untuk membantu peserta didik berkembang sesuai keragaman potensinya.
  • Menggunakan profil pelajar Pancasila sebagai alat untuk melakukan refleksi dan analisis seluruh program pembelajaran di satuan pendidikan.
  • Satuan pendidikan melakukan refleksi secara berkala, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam pembelajaran, pada struktur dan sistem, serta kurikulum yang ada di satuan pendidikan. Dengan demikian, memungkinkan peserta didik dan pendidik yang melaksanakan program pembelajaran, untuk berkembang menjadi seperti yang dideskripsikan di profil pelajar Pancasila yang ada di satuan pendidikan.

C. Merumuskan Visi-Misi-Tujuan Satuan Pendidikan

Dalam merumuskan visi-misi-tujuan, satuan pendidikan perlu melakukan evaluasi kesiapan implementasi sehingga dapat menyesuaikannya dengan pilihan yang akan dijalankan. Pilihan-pilihan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagi satuan pendidikan bahwa penyusunan dan pelaksanaan kurikulum operasional dapat dilakukan sesuai kesiapan dan kondisi masing-masing satuan pendidikan. Selain itu satuan pendidikan juga diharapkan melakukan refleksi secara rutin agar dapat menentukan pilihan yang tepat dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum operasional.

Dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan ada 4 (empat) opsi yang bisa dijadikan sebagai acuan, yaitu:

PILIHAN 1

Menggunakan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan yang sudah ada

Pada pilihan 1, kepala satuan pendidikan membantu anggota satuan pendidikan untuk memahami dan berkomitmen terhadap visi-misi-tujuan satuan pendidikan. Kepala satuan pendidikan mengajak anggota satuan pendidikan untuk melakukan refleksi terhadap celah (gap) antara visi-misi-tujuan dan kondisi riil satuan pendidikan. Kepala satuan pendidikan kemudian memastikan keselarasan antara program prioritas, strategi, organisasi, dan rancangan pembelajaran yang akan dijalankan di satuan pendidikan dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan dan dapat memenuhi kebutuhan satuan pendidikan. Pengawas atau penilik menjadi mentor kepala satuan pendidikan dalam penyelarasan komponen kurikulum operasional dengan visi-misi-tujuan satuan pendidikan.

Contoh pertanyaan:
  • Apakah semua warga satuan pendidikan memahami hal-hal yang menjadi prioritas untuk mencapai visi?
  • Apakah cara/strategi untuk mencapai misi realistis untuk dijalankan?
  • Bagaimana satuan pendidikan mengorganisasi dan merancang pembelajarannya untuk mencapai tujuan?

Menyelaraskan Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan

Visi dan misi perlu dikomunikasikan dengan jelas kepada seluruh warga satuan pendidikan untuk membantu mereka memahami dampak peran masing-masing terhadap pencapaian visi satuan pendidikan. Semua program prioritas dan tugas yang dilaksanakan oleh setiap warga satuan pendidikan harus selaras dengan visi dan misi satuan pendidikan.


PILIHAN 2

Meninjau ulang visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan, serta melakukan penyesuaian sederhana terhadap tujuan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan internal satuan pendidikan

Pada pilihan 2, kepala satuan pendidikan melakukan analisis keselarasan tujuan satuan pendidikan dengan visi dan misi. Dari hasil analisis tersebut, kepala satuan pendidikan meninjau ulang tujuan yang telah ditetapkan dan melakukan penyesuaian sederhana terhadap tujuan yang belum sesuai dengan kondisi riil satuan pendidikan dan yang tidak mendukung pencapaian visi dan misi. Pengawas atau penilik dapat memantau dan menjadi mentor jika diperlukan dalam proses peninjauan dan penyesuaian sederhana tujuan satuan pendidikan agar menjadi lebih spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan berbatas waktu.

Contoh pertanyaan untuk review tujuan:
  • Apa yang menjadi prioritas bagi satuan pendidikan (atau program keahlian untuk SMK) dalam mendukung kompetensi peserta didik?
  • Apa yang mendasari tujuan ini?
  • Kompetensi apa saja yang perlu dimiliki oleh peserta didik?
  • Mengapa kompetensi ini dianggap penting?
  • Apa saja keterampilan yang perlu dikuasai peserta didik?
  • Apa karakteristik individu yang ingin dibangun?
  • Jabatan pekerjaan/okupasi apa saja yang berpotensi untuk diisi oleh lulusan program keahlian ini? (Untuk SMK)
PILIHAN 3

Meninjau ulang visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan, serta menyesuaikannya berdasarkan hasil evaluasi dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal satuan pendidikan, karakteristik peserta didik, dan aspirasi orangtua

Pada pilihan 3, kepala satuan pendidikan melakukan analisis keselarasan antara visi, misi, dan tujuan menggunakan hasil evaluasi, kondisi riil satuan pendidikan, karakteristik peserta didik, dan aspirasi orangtua.


Dari hasil analisis tersebut, kepala satuan pendidikan meninjau ulang visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan dan melakukan revisi untuk menajamkan aspek yang belum selaras dengan pencapaian profil pelajar Pancasila atau yang belum sesuai dengan kondisi riil satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan umpan balik dari orang tua. Pengawas atau penilik dapat memantau proses peninjauan dan revisi visi-misi-tujuan dan menjadi mentor jika diperlukan.

Contoh pertanyaan untuk menelaah visi-misi-tujuan:
  • Bagian mana yang perlu ditajamkan dalam visi dan misi?
  • Apakah perlu membuat visi dan misi baru yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan dan karakteristik peserta didik?
  • Apa saja prioritasnya?
PILIHAN 4

Mempertimbangkan sudut pandang/ masukan dari berbagai pemangku kepentingan satuan pendidikan dalam meninjau ulang secara menyeluruh dan merumuskan kembali visi, misi, dan tujuan berdasarkan analisis karakteristik satuan pendidikan

Pada pilihan 4, kepala satuan pendidikan melakukan analisis keselarasan antara visi, misi, dan tujuan menggunakan hasil evaluasi dan sudut pandang/ masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Dari hasil analisis tersebut, kepala satuan pendidikan merumuskan ulang visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan agar lebih selaras dengan pencapaian profil pelajar Pancasila atau lebih sesuai dengan kondisi riil satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan masukan/ sudut pandang berbagai pemangku kepentingan. Pengawas atau penilik dapat memantau proses perumusan ulang visi-misi-tujuan, menjadi coach jika diperlukan oleh satuan pendidikan.

Contoh pertanyaan:
  • Seperti apakah gambaran ideal tentang masa depan yang ingin diwujudkan oleh satuan pendidikan?
  • Bagaimana satuan pendidikan bisa mencapai gambaran ideal tersebut?
  • Adakah visi, misi, tujuan program, dan/atau prioritas pemerintah daerah yang relevan dengan program keahlian yang dikembangkan oleh satuan pendidikan?
  • Bagaimana menggunakan aset yang dimiliki untuk membantu kemajuan/ perkembangan satuan pendidikan?

D. Contoh Membuat Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan

Contoh 1: Membuat Visi

Langkah-langkah dalam membuat Visi Satauan Pendidikan

  1. Lakukan wawancara atau survei terhadap peserta didik, staf/ pendidik, dan orang tua, untuk mendapatkan informasi sebagai bahan diskusi.
  2. Dari jawaban mereka, buatlah keterkaitan/ benang merah.
  3. Letakkan jawaban-jawaban ketiga kelompok tersebut sehingga semuanya terlihat.
  4. Telisik persamaan dan perbedaannya:
    1. Kumpulkan sebanyak mungkin persamaannya. Kumpulan persamaan ini merepresentasikan harapan bersama warga satuan pendidikan.
    2. Bahas perbedaan yang ditemukan. Apa saja kemungkinan yang membuat perbedaan tersebut?
    3. Apa kaitannya dengan persamaan yang ditemukan?
  5. Mengubah kesimpulan yang didapatkan menjadi kalimat visi.
  6. Menentukan komponen utama visi yang diturunkan menjadi indikator-indikator pencapaian visi.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan dan digali dari warga satuan pendidikan

Peserta didik

  • Apa kebutuhan yang ingin dipenuhi di satuan pendidikan?
  • Satuan pendidikan seperti apa yang kamu inginkan?
  • Hal apa yang paling ingin didapat/ dipelajari/ dikuasai di satuan pendidikan?
  • Apa yang paling penting bagi kamu di satuan pendidikan?

Staf/pendidik

  • Mengapa memilih profesi sebagai pendidik/ bekerja di satuan pendidikan? Apa yang ingin dicapai?
  • Apa harapan bagi pelajar yang ada di satuan pendidikan ini? Jika mereka keluar atau sudah lulus ingin mereka jadi individu seperti apa?
  • Apa nilai-nilai yang Anda percayai? Bagaimana menanamkan itu pada pelajar? Apa perubahan diri yang diharapkan terjadi?

Orang tua

  • Mengapa memilih satuan pendidikan ini?
  • Apa harapannya terhadap satuan pendidikan?
  • Pribadi peserta didik seperti apa yang diharapkan?
  • Kalau bisa menentukan hal paling penting yang perlu dipelajari di satuan pendidikan, apakah itu?

Contoh 2: Membuat Visi

  1. Selain melakukan wawancara atau survei terhadap peserta didik, staf/ pendidik, dan orang tua, satuan pendidikan juga dapat melibatkan alumni, mitra dunia kerja, dan dinas pendidikan provinsi untuk mendapatkan informasi sebagai bahan diskusi.
  2. Dari jawaban mereka, buatlah keterkaitan/ benang merah.
  3. Letakkan jawaban-jawaban kelima kelompok tersebut sehingga semuanya terlihat.
  4. Telisik persamaan dan perbedaannya:
    1. Kumpulkan sebanyak mungkin persamaannya. Kumpulan persamaan ini merepresentasikan harapan bersama warga satuan pendidikan.
    2. Bahas perbedaan yang ditemukan. Apa saja kemungkinan yang membuat perbedaan tersebut?
    3. Apa kaitannya dengan persamaan yang ditemukan?
  5. Mengubah kesimpulan yang didapatkan menjadi kalimat visi.
  6. Menentukan komponen utama visi yang diturunkan menjadi indikator-indikator pencapaian visi.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan dan digali dari warga satuan pendidikan

Alumni

  • Apa mata pelajaran yang diambil pada saat belajar di satuan pendidikan selaras dengan jurusan/ bidang pekerjaan yang ditekuni?
  • Apa tantangan terbesar yang dihadapi ketika baru belajar di jenjang berikutnya/ bekerja?
  • Apakah satuan pendidikan memberikan kompetensi yang mumpuni untuk berada di jenjang berikutnya/ bekerja?

Mitra Dunia Kerja

  • Apa bidang pekerjaan yang akan sangat dibutuhkan 10 tahun dari sekarang?
  • Kompetensi seperti apa yang diharapkan dapat dicapai oleh lulusan satuan pendidikan?
  • Profil pekerja seperti apa yang menonjol dan dapat menjadi pemimpin di bidang pekerjaan?

Dinas Pendidikan

  • Apa visi, misi, dan tujuan daerah?
  • Apa saja perubahan sistem yang terjadi di daerah setempat?
  • Apakah ada integrasi aktivitas untuk mendukung pencapaian visi satuan pendidikan?

Contoh 3: Membuat Misi

Untuk membuat kalimat aksi yang jelas, gunakan kata kerja operasional yang bersifat umum yang masih bisa diterjemahkan menjadi pernyataan spesifik. Contoh:

  • Menjadi satuan pendidikan yang menginspirasi perubahan
  • Menginisiasi aksi-aksi nyata dalam rangka mendidik masyarakat mengenai cara hidup ramah lingkungan

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

  1. Membuat misi dapat dilakukan dalam kelompok-kelompok diskusi. Setiap kelompok dapat ditugaskan untuk membuat sebanyak mungkin kalimat aksi dari satu indikator pencapaian visi.
  2. Kelompok membuat kalimat-kalimat aksi yang sesuai dengan indikator pencapaian visi yang dimaksud.
  3. Dalam rapat pleno, semua kalimat aksi yang telah dibuat direviu bersama, dikelompokkan berdasarkan kemiripan dan mengarah pada komponen visi yang serupa. Kemudian dirumuskan dalam kalimat aksi yang lebih sederhana, namun dengan cakupan yang lebih luas. Satu indikator pencapaian visi dapat dibuat ke dalam 1-3 kalimat misi.
  4. Cek kembali kalimat misi yang sudah dibuat dengan pertanyaan pemantik berikut.
    • Apakah misi sudah berupa kalimat tindakan?
    • Apakah misi menjelaskan pencapaian indikator visi?
    • Apakah misi sudah dinyatakan dengan jelas dan tidak multitafsir?
    • Apakah misi menunjukkan keberpihakan pada peserta didik?

Contoh 4: Membuat Tujuan Satuan Pendidikan atau Program Keahlian

Tujuan dibuat untuk menerjemahkan kalimat tindakan dalam misi menjadi aksi-aksi spesifik dan terukur. Aksi-aksi inilah yang selanjutnya akan digunakan manajemen satuan pendidikan untuk menyusun program kerja yang akan direfleksikan dan dievaluasi dalam kurun waktu tertentu.

Prinsip penting dalam membuat tujuan:

  1. Specific
    • Apakah tujuan dibuat sederhana dan spesifik?
    • Apakah tujuan dapat menunjukkan ciri khas satuan pendidikan?
  2. Measurable
    • Apakah tujuan dapat diukur dan dapat memotivasi warga satuan pendidikan agar tercapai?
    • Apakah kriteria pencapaiannya jelas?
  3. Achievable/Attainable
    • Apakah tujuan dapat dicapai dan dilaksanakan oleh seluruh warga satuan pendidikan?
    • Apakah pembuatan tujuan melibatkan masukan/sudut pandang pihak eksternal?
  4. Relevant
    • Apakah tujuan relevan dengan misi dan masuk akal?
    • Apakah tujuan menempatkan peserta didik sehingga mampu memperkuat kompetensinya?
  5. Time Bound
    • Apakah tujuan memiliki alokasi waktu yang lebih fleksibel dengan linimasa yang disesuaikan dengan kebutuhan?
    • Apakah tujuan melibatkan semua pendidik dalam pembuatan linimasa tersebut?

Contoh 5: Membuat Tujuan Satuan Pendidikan atau Program Keahlian

  1. Dari kalimat misi yang dibuat, deskripsikan langkah yang dilakukan agar misi tersebut dapat diselesaikan.
  2. Pastikan setiap kalimat tujuan dibuat dengan spesifik, dapat diukur, dan memiliki alokasi waktu yang jelas.
  3. Contoh berikut dapat digunakan untuk mengecek setiap kalimat tujuan sudah memenuhi prinsip SMART.

Kalimat tujuan: Menyelenggarakan program unggulan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik satu kali setiap akhir semester.

Prinsip penting dalam membuat tujuan:

  1. Specific. Sederhana dan jelas. Menyelenggarakan program unggulan satuan pendidikan
  2. Measurable. Ada satuan ukuran atau kriteria ketercapaian. Dapat diukur dengan contoh kriteria:
    • Satuan pendidikan jadi perintis dalam penyelenggaraan program
    • Program berkualitas
    • Program yang dipahami dan menjadi komitmen seluruh warga satuan pendidikan
  3. Attainable. Masuk akal dan dapat dicapai. Menyelenggarakan program dengan alokasi waktu yang tertera masuk akal dan dapat dicapai
  4. Relevant. Relevan dengan misi dan berpihak pada peserta didik. Tujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik
  5. Time bound. Ada alokasi waktu pencapaian. Satu kali setiap akhir semester

Contoh 6: Membuat Membuat Tujuan Satuan Pendidikan atau Program Keahlian

Selain SMART (Specific, Measurable, Achievable/Attainable, Relevant, Time bound), ada dua prinsip tambahan yang perlu dipertimbangkan ketika satuan pendidikan menyusun tujuan satuan pendidikan atau program keahlian (untuk konteks SMK), yaitu Evaluated dan Reviewed.

Prinsip penting dalam membuat tujuan:

  1. Specific
  2. Measurable
  3. Achievable/Attainable
  4. Relevant
  5. Time bound
  6. Evaluated, tujuan perlu dievaluasi untuk memastikan pencapaiannya, secara berkala menyediakan waktu untuk mendiskusikan bersama warga satuan pendidikan.
  7. Reviewed, tujuan juga perlu ditinjau secara berkelanjutan, direfleksikan bersama, dan didiskusikan modifikasi yang perlu dilakukan.

Sumber:
Panduan Pengembangan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
Kemendikbudristek 2022

Dengan penerapan yang tepat dari visi, misi, dan tujuan sebagai komponen KOSP, kita dapat membentuk sistem pendidikan yang lebih efisien dan berorientasi pada pencapaian tujuan. Jangan ragu untuk menghubungi kami jika Anda membutuhkan panduan lebih lanjut.